JAKARTA- Mengapa Demonstrasi di KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung menjadi pilihan rakyat melawan pemimpin daerah yang korup? Apakah Aparat Penegak Hukum ( APH) di daerah kurang dipercaya dalam penuntasan kasus-kasus korupsi di daerah?
Salah satu contoh aktivis anti korupsi FPR , Rustam Efendi, SH dan Dedi Mulyadi berserta kawan-kawan hampir sebulan melakukan aksi demostrasi dan memberikan laporan di KPK, Mabes Polri dan Kejagung. Untuk menuntut penuntasan kasus-kasus korupsi di wilayah hukum provinsi bengkulu yang diduga banyak hal menjadi kendala penuntasanya
Kenapa rakyat daerah-daerah selalu menyambangi demo, membuat laporan hukum ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), dan Kementerian Hukum dan Kejagung
(Kejaksaan Agung) menjadi pilihan rakyat sebagai bentuk protes dan penolakan terhadap pimpinan daerah yang terlibat dalam tindak korupsi. Ada beberapa alasan mengapa unjuk rasa tersebut menjadi pilihan rakyat:
Demonstrasi di KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung bisa menjadi pilihan bagi rakyat dalam melawan pemimpin daerah yang korup yang sepertinya “sulit” Ditangani APH (Aparat Penegak Hukum di daerah karena alasan-alasan berikut:
1. Perlakuan yang Adil dan Tidak Tebang Pilih: Salah satu alasan mengapa unjuk rasa memilih KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung adalah karena lembaga-lembaga tersebut dianggap lebih adil dan tidak tebang pilih dalam menangani kasus-kasus korupsi. Pemimpin daerah yang terlibat dalam tindak korupsi seringkali memiliki kekuatan politik dan pengaruh yang kuat di wilayah mereka. Oleh karena itu, lembaga-lembaga tersebut dipandang sebagai tempat yang dapat memberikan perlindungan dan keadilan bagi rakyat yang merasa teraniaya.
2. Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Antikorupsi:
KPK adalah lembaga yang secara khusus didirikan untuk memberantas korupsi di Indonesia. KPK berhasil mengungkap banyak kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi pemerintah, termasuk para pemimpin daerah. Oleh karena itu, masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap KPK dalam memerangi korupsi.
3. Kelemahan Sistem Hukum di Daerah:
Demonstrasi di KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung juga merupakan bentuk protes terhadap kelemahan sistem hukum daerah. Pemimpin daerah yang korup sering kali memiliki pengaruh yang kuat di lingkungan mereka, termasuk pengaruh politik dan keuangan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakmampuan atau ketidakberanian penegak hukum di tingkat daerah dan mengusut kasus korupsi dengan tuntas.
Dalam beberapa kasus, terdapat dugaan dugaan aparat penegak hukum di tingkat daerah ikut terlibat dan melindungi dalam tindak korupsi tersebut. Oleh karena itu, masyarakat memilih untuk mendukung lembaga-lembaga di tingkat nasional seperti KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung yang dianggap lebih mandiri dan memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam menangani kasus-kasus korupsi.
4. Upaya Memperoleh Dukungan Nasional:
Demonstrasi di KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung juga dapat menjadi strategi untuk memperoleh dukungan dari masyarakat di seluruh Indonesia. Dengan memfokuskan perlawanan pada lembaga-lembaga yang memiliki peran penting dalam pemberantasan korupsi secara nasional, para pengunjuk rasa berharap dapat menggalang dukungan lebih luas dari berbagai lapisan masyarakat. Dukungan tersebut dapat memberikan tekanan politik yang lebih besar kepada pimpinan daerah yang terlibat korupsi, serta mendorong lembaga-lembaga di tingkat nasional untuk mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap mereka.
5. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas:
Kurangnya transparansi dalam penegakan hukum di daerah dapat menciptakan permainan dan keraguan di antara masyarakat. Ketika proses penyidikan, penuntutan, dan pengadilan tidak dilakukan secara terbuka dan transparan, masyarakat akan sulit memahami bagaimana kasus korupsi ditangani dan keputusan apa yang diambil oleh aparat penegak hukum.
Selain itu, kurangnya akuntabilitas juga dapat menjadi masalah. Jika tidak ada mekanisme yang efektif untuk memastikan bahwa aparat penegak hukum bertanggung jawab atas tindakan mereka, masyarakat akan merasa bahwa ada kebebasan bagi mereka untuk bertindak secara tidak bertanggung jawab atau terlibat dalam praktik korupsi.
Ketika masyarakat merasakan kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum di daerah, mereka mungkin meragukan integritas dan kemampuan aparat penegak hukum di tingkat lokal. Hal ini dapat mengurangi kepercayaan mereka terhadap lembaga penegak hukum di daerah dan memotivasi mereka untuk mencari alternatif di lembaga penegak hukum pusat yang dianggap lebih mandiri dan transparan.
Kesimpulannya, unjuk rasa di KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung menjadi pilihan rakyat dalam melawan pemimpin daerah yang korup karena kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga tersebut, perlakuan yang adil dan tidak tebang pilih, kelemahan sistem hukum daerah, serta upaya untuk mendapatkan dukungan nasional .
Penulis: Juliyanti
Editor : FREDYY W