Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Pengumpulan Data di Indonesia Ketinggalan Zaman?

Ket.poto : Yosep Oktavianus Sitohang ASN BPS Provinsi Bengkulu

Bengkulu,Beritarafflesia.com – Salah satu tahapan dari penyelenggaraan statistik adalah pengumpulan data. Badan Pusat Statistik (BPS), sebagai lembaga resmi statistik yang diamanatkan Undang-Undang, dalam melakukan pengumpulan data mayoritas masih menggunakan kuesioner pada beberapa dasawarsa ini.

Lantas apakah hal tersebut membenarkan pernyataan bahwa proses pengumpulan data BPS di negara ini sudah ketinggalan zaman ? Kuesioner memang masih menjadi alat favorit BPS untuk memperoleh data dilapangan.

Namun demikian, tidaklah pas jika hal ini serta merta menjadi pembenaran untuk menyatakan pengumpulan data di Indonesia sudah ketinggalan zaman.

Agar terlaksananya CAPI (Computer Assisted Personal Interviewing) –istilah keren dari mendata tanpa kuesioner- dalam pendataan BPS, syarat utamanya adalah ketersediaan smartphone dengan spesifikasi mendukung pada petugas lapangan.

Ini adalah hal mutlak yang harus dipenuhi. Padahal tidak semua mitra statistik (sebutan petugas lapangan BPS) diseluruh Indonesia memilikinya.

Secara nasional saja menurut BPS, persentase penduduk yang memiliki telepon seluler (HP) ditahun 2020 hanya 62,84 persen.

Perlu diperjelas, bahwa telepon seluler yang dimaksud mencakup mulai dari HP flagship yang harganya selangit sampai HP jadul yang cuma bisa dipakai nelepon dan sms saja. Jadi jika dirinci untuk kepemilikan smartphone yang layak untuk CAPI, tentu persentasenya semakin mengecil.

Selain ketersediaan smartphone yang mumpuni, syarat lainnya yang diperlukan ialah tersedianya akses yang memadai. Internet diperlukan agar data yang sudah dikumpulkan melalui smartphone dikirim ke server untuk segera diolah. Kenyataannya dibumi pertiwi ini belum semua wilayah telah terjangkau internet.

Bahkan jangankan internet, ada wilayah yang sinyal buat nelpon dan sms saja tidak ada. Kalau pun ada, harus memanjat pohon tinggi terlebih dahulu ataupun berjalan berkilo-kilo meter hingga sampai pada daerah yang ada sinyalnya.

Sebenarnya BPS sudah mulai menerapkan CAPI dalam beberapa survei yang dilakukan. Namun implementasinya baru sebatas pada daerah-daerah yang terjangkau sinyal internet. Malahan pada perhelatan akbar 10 tahunan kemarin, BPS telah mengukir sejarah dengan menerapkan metode kombinasi pada Sensus Penduduk 2020.

Metode kombinasi yang dimaksud adalah penerapan sensus penduduk berbasis online pada Februari-Maret 2020 dan pendataan menggunakan CAPI dan kuesioner pada September 2020.

BPS pun telah menerapkan teknologi terkini pada pendataannya. Pendataan Kerangka Sampel Area (KSA) yang mendata luas lahan sawah telah menerapkan remote sensing berbasis GIS (Geographic Information System).

Pemanfaatan big data yang sedang booming diera Society 5.0 pun juga telah
diimplementasikan dalam proses pengumpulan data seperti penggunaan mobile positioning data pada pendataan wisatawan nusantara. Big data juga telah digunakan untuk melakukan kajian-kajian BPS dibidang ekonomi dan sosial. Hal diatas adalah beberapa contoh dari sekian banyak penerapan teknologi terbaru dalam pendataan BPS.

Sehingga kurang tepat jika dikatakan pengumpulan data di Indonesia sudah ketinggalan zaman.Penggunaan kuesioner memang masih menjadi pilihan utama, namun itu semata dikarenakan keterbatasan yang ada. Pembaharuan-pembaharuan telah banyak dilakukan. Dan semuanya itu bertujuan untuk menghasilkan statistik berkualitas untuk Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.” (rn).

Share:

Tinggalkan Balasan