Oleh: Muhammad Aditia Rizki
Inti dari UU Cipta Kerja 2023 adalah mengizinkan pemberi kerja untuk mengalihdayakan atau mengambil pekerjaan dari perusahaan lain, yang dapat merusak hak-hak pekerja, seperti hak atas tunjangan dan jaminan sosial.
Muhammad Aditia Rizki, mahasiswa ilmu administrasi Negara FISIP Uin Arraniry Banda Aceh menyebutkan,
Surat Keputusan yang mengubah Undang-Undang Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Cipta Kerja. Pemerintah harus membiasakan diri dengan pendapat atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan perbaikan proses legislasi serta UU Cipta Kerja yang dijatuhkan oleh MK.
Perppu Cipta Kerja menunjukkan bahwa pemerintah, khususnya Presiden, tidak memiliki kesungguhan untuk memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi, salah satunya adalah: mendesak kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam waktu 3 tahun sejak dikeluarkannya keputusan ini.
Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU Cipta Kerja 2020 menjadi inkonstitusional selamanya. Oleh karena itu, meningkatkan angka ketenagakerjaan menjadi semakin penting, apalagi Mahkamah Konstitusi telah memberikan jangka waktu dua tahun. Masih ada cukup waktu jika pemerintah ingin melakukan perbaikan.
Pemerintah juga menyalahkan DPR sebagai lembaga yang adil karena dengan perpu ini pemerintah menggantikan peran DPR yang juga berfungsi sebagai dewan ahli Pusat Penelitian Hukum Konstitusi.
Pemerintah juga meminggirkan partisipasi publik dalam proses regulasi. Pemerintah juga mengambil jalan pintas yang salah arah, menggunakan krisis yang mendesak sebagai alasan untuk menghilangkan partisipasi publik. Tata cara penerbitan Perpu didasarkan pada Pasal 22 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang memberikan hak kepada presiden untuk mengeluarkan keputusan pemerintah sebagai pengganti undang-undang dalam hal terjadi krisis yang mendesak.
Kemudian DPR harus menyetujui perintah pemerintah di pengadilan. Jika izin tidak diperoleh, keputusan pemerintah harus dibatalkan. Artinya perppu hanya dapat diberikan pada saat keadaan dalam keadaan tidak aman.
Proliferasi kekuatan penciptaan lapangan kerja ini berdampak negatif terhadap hubungan antar lembaga negara, terutama Presiden, DPR, dan Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi dan sekaligus tidak menghormati DPR sebagai lembaga konstitusional.
Pengesahan izin kerja juga merusak sistem hukum menurut UU 13/2022. Kalaupun melihat UU 13/2022, tidak ada ketentuan yang memungkinkan pembentukan Perppu dengan cara omnibus.
Khususnya dalam UU 13/2022, penggunaan metode omnibus hanya bisa dilakukan jika langkahnya dimulai dengan memasukkannya ke dalam dokumen perencanaan legislasi, seperti program legislasi nasional.
Jika DPR memiliki akal sehat, Perppu ini harus ditolak karena meminggirkan peran DPR untuk membantu perbaikan UU Cipta Kerja sesuai keputusan MK. Di sisi lain, gugatan diajukan ke MK untuk merevisi Perppu.
Oleh karena itu, ketika memeriksa konstitusi harus hati-hati mendengarkan kritik publik, karena penjaga konstitusi dapat muncul, dan jika pemerintah tidak mematuhi konstitusi, tugas Mahkamah Konstitusi untuk mendukung dan memutuskan UU Cipta kerja.
Harapanya dapat dirumuskan dengan tujuan untuk menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kenyamanan, perlindungan dan pemberdayaan industri dan usaha nasional, termasuk industri pertahanan, serta menempatkan investasi sebagai salah satu kunci yang diangkat. Demikian, semoga artikel ini dapat memberikan gambaran dan perbaikan yang diinginkan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan kemakmuran berdasarkan Pancasila 1945.
Penulis: Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara FISIP Uin Arraniry