BENGKULU— Perhatian publik tertuju pada jalannya sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi perjalanan dinas anggota DPRD Kabupaten Kepahiang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu Senen (06/10/2025).Sidang hari ini mengagendakan tanggapan atas eksepsi (nota keberatan) dari penasihat hukum tiga terdakwa: Nanto Usni, Joko Triono, dan RM. Johanda.
Dalam sidang terbuka tersebut, penasihat hukum Rustam Efendi, S.H. tampil tenang namun tajam, menyampaikan argumentasi hukum yang sistematis dan berbasis norma keadilan substantif. Rustam menilai bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengandung cacat formil dan substansi, karena tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, di mana surat dakwaan wajib disusun secara cermat, jelas, dan lengkap.
“Dakwaan ini kabur, tidak menjelaskan perbuatan pidana yang secara tegas dilakukan oleh para terdakwa. Secara hukum, ini sudah cukup alasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan dakwaan tidak dapat diterima atau batal demi hukum,” tegas Rustam Efendi, S.H., di hadapan Majelis Hakim Tipikor Bengkulu.
Rustam menjelaskan bahwa seluruh kegiatan perjalanan dinas yang menjadi pokok perkara dilaksanakan berdasarkan keputusan resmi DPRD Kabupaten Kepahiang, serta dapat dipertanggungjawabkan secara administratif dan keuangan. Dengan demikian, unsur memperkaya diri sendiri atau penyalahgunaan jabatan tidak terpenuhi.
“Para terdakwa bukan pelaku korupsi. Mereka hanya menjalankan keputusan lembaga, bukan mencari keuntungan pribadi. Kasus seperti ini murni administratif dan tidak seharusnya ditarik ke ranah pidana,” ujar Rustam dengan penuh keyakinan.
Rustam menegaskan, keadilan sejati bukan hanya terletak pada pasal, tetapi pada nurani hukum. Ia berharap Majelis Hakim Tipikor Bengkulu berani menegakkan keadilan yang hakiki dalam putusan sela mendatang.
“Kami percaya Majelis Hakim yang mulia akan mempertimbangkan dengan arif dan bijaksana. Dalam putusan sela nanti, kami yakin eksepsi kami akan dikabulkan demi tegaknya kebenaran dan keadilan bagi para terdakwa,” tambahnya.
Pengamat Politik Jakarta: “Perkara Ini Lebih Tepat Diselesaikan Secara Administratif”
Sementara itu, Dr. Raden Arya Pratama, M.Si., pengamat politik dan kebijakan publik dari Jakarta, menilai bahwa perkara perjalanan dinas DPRD Kepahiang tidak semestinya masuk ranah pidana korupsi.
“Dari substansi kasusnya, ini lebih pada persoalan administratif. Kalau semua kesalahan administrasi langsung ditarik ke Tipikor, maka akan terjadi ketakutan birokrasi yang kontraproduktif terhadap kinerja pemerintahan,” jelas Arya dihubungi terpisah di Jakarta.
Menurutnya, dalil hukum yang disampaikan tim penasihat hukum sangat argumentatif dan bernilai yuridis tinggi.
“Eksepsi tim Rustam Efendi bukan sekadar formalitas pembelaan. Itu paparan hukum yang kuat dan substansial, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap asas keadilan. Majelis Hakim pasti mempertimbangkan dengan matang,” ujarnya menambahkan.
Dr. Arya menilai, putusan sela mendatang akan menjadi tolak ukur keberanian peradilan Tipikor Bengkulu dalam menegakkan keadilan yang berimbang.
“Jika eksepsi ini dikabulkan, itu bukan kemenangan pribadi, tetapi kemenangan hukum itu sendiri — bahwa peradilan masih berpihak pada kebenaran,” tutupnya.
Sidang Dilanjutkan Kamis, 9 Oktober 2025
Sidang berjalan tertib dan penuh perhatian. Majelis Hakim Tipikor Bengkulu menyatakan akan mempelajari seluruh dalil hukum yang disampaikan sebelum menjatuhkan putusan sela. Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada Kamis, 9 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan putusan sela yang sangat ditunggu publik.
Perkara Tipikor Kepahiang ini menjadi cerminan ujian integritas peradilan Indonesia, apakah hukum akan berdiri tegak di atas kebenaran, atau justru tunduk pada tafsir sempit dan tekanan prosedural.
Harapan besar kini tertuju pada Majelis Hakim Tipikor Bengkulu agar mengabulkan eksepsi tiga terdakwa, sebagai bukti bahwa keadilan masih hidup di negeri ini. (red)